Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
menengarai adanya dua fenomena yang sangat masif di lapangan selama
pelaksaan Pileg 2014 kemarin.
Pertama, bergesernya kompetisi dari antar partai ke antar calon. Kedua, maraknya transaksi politik uang dengan para pemilih.
"Saya
temukan di Kota Cirebon. Misalnya ada calon yang berani beli 250 ribu
per-suara. Kalau harga umum yang berseliweran adalah Rp 50 ribu sampai
dengan Rp 100 ribu," ujar Wasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq dalam pesan
singkatnya, Senin (14/4).
Ketua Komisi I DPR ini mengatakan
kalau politik transaksional ini terjadi akibat dua hal tersebut juga
merambah ke proses rekap suara mulai tingkat TPS, PPS dan PPK. Dan
kemungkinan juga terjadi sampai tingkat KPU Daerah.
"Dari persoalan itu saya menyimpulkan kalau sistem pemilu kita hari ini telah meledakkan praktek politik uang yang
luar biasa. Pertanyaannya adalah, output seperti apa yg akan
dihasilkan? Dan perilaku politik masyarakat seperti apa yang sedang
dibentuk? Ini persoalan serius yang harus dievaluasi semua pihak,"
tegasnya.
Ide sistem distrik, menurut Mahfudz, justru akan makin mengkristalkan praktek politik uang biaya tinggi.
Satu
hal lagi sebagai tambahan, kata Mahfudz, rakyat kecewa dengan wakilnya
yang dianggapnya korup. Pemilu bagian dari bagi hasil dari hasil kerja
anggota dewan selama 5 tahun, dalam konteks korporasi, pembagin dividen.
Bagi pendatang baru, memang harus investasi.
" Inilah fenomena
demokrasi kriminal. Harusnya disadari oleh kita semua anggota dewan,
apakah tetap membiarkan situasi semakin meluas dan membudaya. Ada hal
yang sangat memprihatinkan, investasi politik yang dilakukan bertahun,
bisa sirna karena rayuan gemericiknya pembagian sembako dan uang,"
demikian Mahfudz. [suaranews]
Posting Komentar