Politisi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) Izedrik Emir Moeis divonis pidana tiga
tahun penjara serta denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Selaku
anggota DPR periode 1999-2004 dan 2004-2009 Emir terbukti menerima uang
US$ 357.000 dari PT Alstom Power Amerika dan PT Marubeni Jepang yang
termasuk dalam konsorsium Alstom terkait pembangunan proyek Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung.
Vonis tersebut
lebih rendah dari pada tuntutan jaksa yang meminta Emir dihukum dengan
pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan penjara.
"Mengadili,
menyatakan terdakwa secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana
korupsi sebagaimana Pasal 11 UU Tipikor, dalam dakwaan kedua," kata
Ketua Majelis Hakim, Matheus Samiaji saat membacakan putusan dalam
sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/3).
Walaupun
terdakwa tidak terbukti menghubungi panitia lelang namun hakim anggota
Sofialdi memaparkan, Emir terbukti menerima uang dari konsorsium Alstom
melalui perusahaan anaknya, yaitu PT Arta Nusantara Utama (ANU) yang
seolah-olah bekerja sama dengan PT Pasific Resource Incorporate milik
Pirooz Muhammad yang merupakan makelar dari PT Alstom.
"Benar
konsorsium PT Asltom menunjuk Pirooz sebagai konsultan dan Pirooz
menjanjikan terdakwa mendapat sebagian fee (komisi) yang diterimanya,"
kata Sofialdi.
Atas jasanya, Pirooz mendapatkan bayaran dari PT Alstom dan Marubeni Jepang sebesar US$ 506.000 pada tahun 2005. Sedangkan, pada tahun 2006, Pirooz mendapatkan komisi US$ 554.708.
Selanjutnya,
Pirooz mentransfer uang ke terdakwa melalui rekening PT ANU di Bank
Century sebesar US$ 357.000 dan uang tersebut ditransfer ke rekening
pribadi terdakwa.
Sofialdi mengatakan terdakwa dan Pirooz sudah
mengenal lama sejak masih kuliah di Amerika. Bahkan, keduanya sudah
beberapa kali memiliki hubungan bisnis.
Dissenting Opinion
Sementara itu, dua hakim anggota, yaitu Afiantara dan Anas Mustaqim menyatakan perbedaan pendapat. Menurut keduanya, Emir terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Pasal 12 B UU Tipikor.
Sementara itu, dua hakim anggota, yaitu Afiantara dan Anas Mustaqim menyatakan perbedaan pendapat. Menurut keduanya, Emir terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Pasal 12 B UU Tipikor.
Afiantara
mengatakan Emir terbukti menerima US$ 423.985 (Rp 4.239.850.000, dengan
kurs Rp 10.000) dari Pirooz serta tidak melakukan fungsi dan
kewenangannya sebagai anggota dewan yang membawahi bidang energi.
Meski
diwarnai dissenting opinion (perbedaan pendapat), vonis terhadap Emir
berdasarkan suara terbanyak. Sehingga, diputuskan melakukan tindak
pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaa kedua, Pasal 11 UU Tipikor.
Menanggapi
vonis tersebut, Emir mengaku akan pikir-pikir sebelum menentukan apakah
akan mengajukan banding atau tidak. "Kami akan pelajari putusan secara
rinci. Buat kami bukan hukumannya yang penting tetapi kedaulatan hukum
kita akan intervensi asing," kata Emir dalam sidang.
Berbeda
dengan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) yang divonis 16 tahun dengan kasus yang
hampir sama. Tetapi bedanya LHI tidak pernah terima uang Rp 1,3 Miliar
yang dituduhkan hakim.
Posting Komentar