Allah
Berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Hujuraat ayat 13 “Wahai Manusia,
Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia diantaramu disisi Allah adalah yang
paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal”.
Salah satu pokok perintah yang secara jelas dapat kita lihat dalam Surat
Al Hujuraat ayat 13 adalah perintah agar kita bersosialisasi kepada
masyarakat sekeliling kita, tanpa harus membedakan bangsa, agama, suku
ataupun dari golongan mana individu tersebut berasal. Dengan kata lain
salah satu kewajiban yang diperintahkan oleh Tuhan kepada manusia adalah
untuk hidup bermasyarakat, yang tentunya tidak dapat lepas dari konsep
tentang hubungan antar manusia sebagai individu yang merupakan unsur
terkecil dalam membangun sebuah masyarakat.
Al Qur’an merupakan rujukan pertama yang harus dilihat oleh semua Umat Islam untuk menafsirkan atau mencari penyelesaian dari sebuah permasalahan. Karena Al Quran adalah cermin untuk melihat diri sendiri, apakah kita sudah berbuat sesuai dengan tuntunan yang diberikan, kata Syu’bah Asa. Konsepsi Islam tentang kehidupan sosial masyarakat, lebih menekankan kepada sifat kolektifitas, bukan pada individual, karena memang salah satu misi utama yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk memperbaiki akhlak umatnya dan menata kembali pranata sosial masyarakat Arab yang masih berada dalam masa kegelapan atau yang lebih disebut sebagai masyarakat Arab jahiliyah.
Yang dilakukan oleh Nabi Muhammad pada saat itu adalah mengajarkan kepada masyarakat Qurays tentang hakekat dan kedudukan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, disamping mengajarkan tentang tauhid tentunya. Nabi mengajarkan persaudaran diantara sesamanya, saling hormat menghormati dan tolong menolong antar sesamanya. Walupun banyak mendapat hambatan, akan tetapi ternyata konsep yang diajarkan Nabi tentang kehidupan bermasyarakat lambat laun mendapat sambutan orang-orang Arab, setelah Nabi hijrah ke Madinah yang pertama kali dilakukanya adalah mempersaudarakan kaum Anshar dengan kaum Muhajirin walaupun keduanya datang dari dua suku yang berbeda.
Nabi mengajarkan untuk tidak pernah membeda-membedakan sesorang dalam berinteraksi bahkan terhadap orang yang berlainan agama dengan beliau, bahkan terhadap suku bangsa yang telah memerangi beliau dan kemudian kalah. Ini tercermin saat Nabi berhasil menaklukan semua suku Arab yang ada. Saat itu suku-suku tersebut bertanya apakah nasib yang akan mereka alami jika tidak menganut Islam. Kemudian Nabi bersabda : “jika kamu tetap bertahan memeluk agama dan kepercayaanmu, hak-hakmu tetap dijamin dan dipelihara. Hak kebebsan memilih agama, jiwamu, hartamu dan kehormatanmu tetap dijamin. Hak-hak kewarganegaraan yang diperoleh seorang Muslim haknya sama juga bagimu.
Sikap dan keputusan Nabi yang tetap menghormati hak-hak individu dalam kehidupan bermasyarakat ini jugalah yang kemudian di contoh oleh para Khulafaurrasyidin. Seperti yang dilakukan Umar Ibn Khattab saat menaklukan penduduk Jarjan. Dalam salah satu pasal perjanjian antar Khalifah Umar dengan penduduk Jarjan berbunyi “hak hidup orang-orang Jarjan, jiwanya, hartanya, kehormatanya, dan kebangsaan serta kepercayaanya dijamin, Negara tidak akan ikut campur dalam urusan pribadi mereka”. Jika kita mau untuk melihat dan mengkaji secara mendalam, akan ada banyak hal yang dapat dipetik dari sikap dan kebijaksanaan yang diambil oleh Nabi maupun Khalifah Umar tersebut. Salah satu yang sangat menonjol adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azasi oleh negara.
Masih banyak contoh-contoh keputusan-keputusan yang diambil oleh Nabi dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut tata cara berinteraksi dalam masyarakat. Semua keputusan yang diambil oleh Nabi lebih mengedepankan kepada kepentingan bersama (umat), walaupun dalam masyarakat tersebut terdapat perbedaan agama, suku maupun kepentingan politik.
Dalam Al Qur’an sendiri Allah memerintahkan kepada setiap manusia untuk berlaku adil kepada sesamanya, hal ini dapat kita lihat dalam Surat Al Maidah ayat 8 yang menyatakan “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”. Dari ayat tersebut secara tegas dinyatakan tidak ada alasan yang dapat membenarkan suatu kaum untuk berlaku tidak adil terhadap kaum yang lainya. Nabi mempraktekkan perintah yang tercantum dalam Surat Al Maidah tersebut saat beliau memimpin umatnya di Madinah. Belaiu mengajarkan untuk menghormati kepada semua warga (negara) Madinah, walupun berbeda agama. Bahkan Nabi sendiri menjamin adanya hak dan kewajiban yang sama bagi setiap warga Madinah terhadap negaranya. Seperti hak untuk ikut mempertahankan wilayah Madinah jika diserang oleh penguasa daerah lain, hak untuk tetap menganut Agama dan kepercayaan yang diyakininya.
Terhadap orang-orang non Muslim yang tidak memerangi orang Islam, Nabi Muhammad bahkan memberikan perlindungan terhadap hak-hak mereka sebagaimana orang Islam. Oleh Nabi mereka digolongkan sebagai orang kafir “dzimmi”. Makna kata dzimmi sendiri berarti “orang yang dijamin hak-haknya”. Dan arti lainya adalah “menerima tanggung jawab dari suatu masalah”. Perlakuan Nabi terhadap mereka yang bukan muslim yang digolongkan sebagai orang dzimmi merupakan bentuk dari cita-cita beliau untuk pelaksanaan dari konsep “musawaat” dalam Islam. atau hak-hak asasi yang dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat tanpa membedakan agama atau kepercayaannya.
Bahkan terhadap orang non muslim yang berhenti memerangi muslim, Nabi kepada mereka menyatakan : “Apabila mereka yang non muslim ingin tinggal dalam lingkungan pemerintahan kaum muslimin, dan bersedia membayar pajak, mereka akan dijamin untuk memperoleh hak yang sama dengan yang diperoleh orang Islam. Atas mereka juga terkena kewajiban yang sama dengan yang dipikul oleh orang Islam”. Karena penghormatan-penghormatan terhadap Hak azasi manusia yang seperti inilah tercermin kewibawaan dan kebesaran suatu pemerintahan. Maka tidak heran jika kemudian para sejarawan mengakui bahwa negara Madinah dengan Piagam Madinahnya dibawah Pimpinan Nabi Muhammad SAW merupakan corak negara modern pertama yang pertama ada di dunia. Dan Piagam Madinah merupakan Konstitusi modern pertama yang melindungi hak azasi warga negaranya.
Dalam konsep kehidupan bermasyarakst sendiri, Agama Islam lebih menekankan kepada pentingnya kehidupan sosial. Pembentukan masyarakat dalam Islam merupakan satu kesatuan yang khusus, berbeda dengan dunia luar karena mempunyai idealektika yang sama serta hak dan kewajiban yang timbal balik. Sebenarnya konsep kelompok masyarakat seperti itu tidak hanya ada dalam Islam saja, hanya saja ide tentang kelompok atau komuniti atau umat hanya terdapat dalam Islam. Meskipun begitu bukan berarti kelompok yang ada dalam Islam tersebut bersifat eklusif, menyendiri dan menolak berhubungan yang yang lainya. Akan tetapi justru sebaliknya, setiap orang muslim dalam interaksinya dengan umat yang lainya di perintah oleh Allah untuk saling kenal mengenal walaupun berbeda suku, bangsa, agama maupun kepercayaan, karena memang begitulah salah satu perintah Allah kepada manusia (lihat Al Qur’an Surat Al Hujuraat ayat 13).
Islam mengajarkan tentang pentingnya persatuan umat manusia. Karena manusia tidak mungkin untuk hidup sendiri secara terpencil. Setiap muslim berkewajiban untuk hidup sebagai umat yang bersatu dan tidak terpecahkan, berpegang kepada cita-citanya dibawah petunjuk pemimpin mereka yang memiliki otoritas terhadap umat tersebut. Pentingnya pemimpin dalam Islam didasari adanya keinginan yang ada dalam diri manusia untuk mendominasi dan menguasai yang merupakan watak bawaan dalam manusia. Sehingga memungkinkan untuk mendorongnya melakukan tindakan tanpa pikiran atau merusak demi mendapatkan keinginannya. Dengan adanya pemimpin tersebut diharapkan akan ada yang dapat mengatur setiap tindakan dari manusia sehingga ketertiban dan keteraturan hidup dalam komunitas umat tersebut dapat tercapai.
Al Qur’an merupakan rujukan pertama yang harus dilihat oleh semua Umat Islam untuk menafsirkan atau mencari penyelesaian dari sebuah permasalahan. Karena Al Quran adalah cermin untuk melihat diri sendiri, apakah kita sudah berbuat sesuai dengan tuntunan yang diberikan, kata Syu’bah Asa. Konsepsi Islam tentang kehidupan sosial masyarakat, lebih menekankan kepada sifat kolektifitas, bukan pada individual, karena memang salah satu misi utama yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk memperbaiki akhlak umatnya dan menata kembali pranata sosial masyarakat Arab yang masih berada dalam masa kegelapan atau yang lebih disebut sebagai masyarakat Arab jahiliyah.
Yang dilakukan oleh Nabi Muhammad pada saat itu adalah mengajarkan kepada masyarakat Qurays tentang hakekat dan kedudukan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, disamping mengajarkan tentang tauhid tentunya. Nabi mengajarkan persaudaran diantara sesamanya, saling hormat menghormati dan tolong menolong antar sesamanya. Walupun banyak mendapat hambatan, akan tetapi ternyata konsep yang diajarkan Nabi tentang kehidupan bermasyarakat lambat laun mendapat sambutan orang-orang Arab, setelah Nabi hijrah ke Madinah yang pertama kali dilakukanya adalah mempersaudarakan kaum Anshar dengan kaum Muhajirin walaupun keduanya datang dari dua suku yang berbeda.
Nabi mengajarkan untuk tidak pernah membeda-membedakan sesorang dalam berinteraksi bahkan terhadap orang yang berlainan agama dengan beliau, bahkan terhadap suku bangsa yang telah memerangi beliau dan kemudian kalah. Ini tercermin saat Nabi berhasil menaklukan semua suku Arab yang ada. Saat itu suku-suku tersebut bertanya apakah nasib yang akan mereka alami jika tidak menganut Islam. Kemudian Nabi bersabda : “jika kamu tetap bertahan memeluk agama dan kepercayaanmu, hak-hakmu tetap dijamin dan dipelihara. Hak kebebsan memilih agama, jiwamu, hartamu dan kehormatanmu tetap dijamin. Hak-hak kewarganegaraan yang diperoleh seorang Muslim haknya sama juga bagimu.
Sikap dan keputusan Nabi yang tetap menghormati hak-hak individu dalam kehidupan bermasyarakat ini jugalah yang kemudian di contoh oleh para Khulafaurrasyidin. Seperti yang dilakukan Umar Ibn Khattab saat menaklukan penduduk Jarjan. Dalam salah satu pasal perjanjian antar Khalifah Umar dengan penduduk Jarjan berbunyi “hak hidup orang-orang Jarjan, jiwanya, hartanya, kehormatanya, dan kebangsaan serta kepercayaanya dijamin, Negara tidak akan ikut campur dalam urusan pribadi mereka”. Jika kita mau untuk melihat dan mengkaji secara mendalam, akan ada banyak hal yang dapat dipetik dari sikap dan kebijaksanaan yang diambil oleh Nabi maupun Khalifah Umar tersebut. Salah satu yang sangat menonjol adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azasi oleh negara.
Masih banyak contoh-contoh keputusan-keputusan yang diambil oleh Nabi dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut tata cara berinteraksi dalam masyarakat. Semua keputusan yang diambil oleh Nabi lebih mengedepankan kepada kepentingan bersama (umat), walaupun dalam masyarakat tersebut terdapat perbedaan agama, suku maupun kepentingan politik.
Dalam Al Qur’an sendiri Allah memerintahkan kepada setiap manusia untuk berlaku adil kepada sesamanya, hal ini dapat kita lihat dalam Surat Al Maidah ayat 8 yang menyatakan “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”. Dari ayat tersebut secara tegas dinyatakan tidak ada alasan yang dapat membenarkan suatu kaum untuk berlaku tidak adil terhadap kaum yang lainya. Nabi mempraktekkan perintah yang tercantum dalam Surat Al Maidah tersebut saat beliau memimpin umatnya di Madinah. Belaiu mengajarkan untuk menghormati kepada semua warga (negara) Madinah, walupun berbeda agama. Bahkan Nabi sendiri menjamin adanya hak dan kewajiban yang sama bagi setiap warga Madinah terhadap negaranya. Seperti hak untuk ikut mempertahankan wilayah Madinah jika diserang oleh penguasa daerah lain, hak untuk tetap menganut Agama dan kepercayaan yang diyakininya.
Terhadap orang-orang non Muslim yang tidak memerangi orang Islam, Nabi Muhammad bahkan memberikan perlindungan terhadap hak-hak mereka sebagaimana orang Islam. Oleh Nabi mereka digolongkan sebagai orang kafir “dzimmi”. Makna kata dzimmi sendiri berarti “orang yang dijamin hak-haknya”. Dan arti lainya adalah “menerima tanggung jawab dari suatu masalah”. Perlakuan Nabi terhadap mereka yang bukan muslim yang digolongkan sebagai orang dzimmi merupakan bentuk dari cita-cita beliau untuk pelaksanaan dari konsep “musawaat” dalam Islam. atau hak-hak asasi yang dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat tanpa membedakan agama atau kepercayaannya.
Bahkan terhadap orang non muslim yang berhenti memerangi muslim, Nabi kepada mereka menyatakan : “Apabila mereka yang non muslim ingin tinggal dalam lingkungan pemerintahan kaum muslimin, dan bersedia membayar pajak, mereka akan dijamin untuk memperoleh hak yang sama dengan yang diperoleh orang Islam. Atas mereka juga terkena kewajiban yang sama dengan yang dipikul oleh orang Islam”. Karena penghormatan-penghormatan terhadap Hak azasi manusia yang seperti inilah tercermin kewibawaan dan kebesaran suatu pemerintahan. Maka tidak heran jika kemudian para sejarawan mengakui bahwa negara Madinah dengan Piagam Madinahnya dibawah Pimpinan Nabi Muhammad SAW merupakan corak negara modern pertama yang pertama ada di dunia. Dan Piagam Madinah merupakan Konstitusi modern pertama yang melindungi hak azasi warga negaranya.
Dalam konsep kehidupan bermasyarakst sendiri, Agama Islam lebih menekankan kepada pentingnya kehidupan sosial. Pembentukan masyarakat dalam Islam merupakan satu kesatuan yang khusus, berbeda dengan dunia luar karena mempunyai idealektika yang sama serta hak dan kewajiban yang timbal balik. Sebenarnya konsep kelompok masyarakat seperti itu tidak hanya ada dalam Islam saja, hanya saja ide tentang kelompok atau komuniti atau umat hanya terdapat dalam Islam. Meskipun begitu bukan berarti kelompok yang ada dalam Islam tersebut bersifat eklusif, menyendiri dan menolak berhubungan yang yang lainya. Akan tetapi justru sebaliknya, setiap orang muslim dalam interaksinya dengan umat yang lainya di perintah oleh Allah untuk saling kenal mengenal walaupun berbeda suku, bangsa, agama maupun kepercayaan, karena memang begitulah salah satu perintah Allah kepada manusia (lihat Al Qur’an Surat Al Hujuraat ayat 13).
Islam mengajarkan tentang pentingnya persatuan umat manusia. Karena manusia tidak mungkin untuk hidup sendiri secara terpencil. Setiap muslim berkewajiban untuk hidup sebagai umat yang bersatu dan tidak terpecahkan, berpegang kepada cita-citanya dibawah petunjuk pemimpin mereka yang memiliki otoritas terhadap umat tersebut. Pentingnya pemimpin dalam Islam didasari adanya keinginan yang ada dalam diri manusia untuk mendominasi dan menguasai yang merupakan watak bawaan dalam manusia. Sehingga memungkinkan untuk mendorongnya melakukan tindakan tanpa pikiran atau merusak demi mendapatkan keinginannya. Dengan adanya pemimpin tersebut diharapkan akan ada yang dapat mengatur setiap tindakan dari manusia sehingga ketertiban dan keteraturan hidup dalam komunitas umat tersebut dapat tercapai.
Posting Komentar