REPUBLIKA.CO.ID, Allah SWT disebut dalam Alquran dengan sebutan Al-Ahkam atau Al-Hakim yang artinya Hakim Yang Paling Adil (QS.95,8).
Karena keadilan-Nya, Allah SWT disebut juga oleh Alquran dengan sebutan Al- 'Adl (Tuhan Yang Maha Adil). Adil karena memberikan kepada makhluk hak mereka serta ditempatkan-Nya masing-masing makhluk-Nya itu pada posisi yang sesuai dengan tabiat mereka.
Allah SWT juga tidak pernah membebankan suatu taklif yang tidak sesuai dengan kemampuan manusia (ahliah), seperti firman-Nya yang artinya, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, la mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya." (QS.2,286).
Atas landasan demikian, ulama usul fikih sepakat menetapkan bahwa ahliah merupakan dasar adanya taklif, baik dalam bentuk ahliyyah Al-wujub (kecakapan menerima hak) maupun ahliyyah Al-ada’ (kecakapan bertindak hukum). Atas dasar ahliyyah Alwujub, segenap manusia dapat menerima haknya selama dia memiliki kehidupan yang sempurna dan tidak dapat menerima haknya secara penuh jika kehidupan yang dimilikinya hanya dalam bentuk kehidupan yang tidak sempurna, seperti kehidupan janin di dalam perut ibunya.
Demikian pula, atas dasar ahliyyah Al-ada', segenap manusia dibebani tanggungjawab penuh, namun jika kecakapan itu belum dimiliki oleh seseorang secara sempurna, seperti pada anak kecil. Maka taklif atasnya tentu tidak sama dengan orang dewasa yang mempunyai kemampuan penuh.
Keadilan Allah SWT amat luas, banyak yang tak terkira oleh manusia. Ada suatu hal yang dipandang buruk oleh manusia, tetapi justru di dalamnya tersimpan keadilan. Sebaliknya, ada pula sesuatu hal yang dipandang baik dan adil oleh manusia, tetapi justru di dalamnya terdapat ketidakadilan.
Alquran menyebutkan, "...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS.2,216).
Atas dasar keadilan itulah Allah SWT memperlakukan segenap makhluk-Nya. Setiap orang, laki-laki dan perempuan mendapat perlakuan yang sama di sisi Allah SWT. Alquran menjelaskan, "Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki- laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun." (QS.4,124).
Setiap perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkannya secara sendiri-sendiri di hadapan Tuhan di akhirat kelak. Setiap perbuatan baik akan dibalas dengan pahala dan pelakunya akan mendapat ganjaran surga sedangkan perbuatan jahat akan dibalas dengan dosa dan pelakunya ditempatkan di neraka.
Oleh sebab itu, tidak ada amal yang sia-sia, semuanya akan diadili oleh Allah Yang Maha Adil secara teliti, sehingga tak seorang pun yang merasa teraniaya. Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh. maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali, kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba- hamba(Nya)." (QS.41,46).
Syariat Islam yang bersumber dari Allah SWT merupakan syariat yang berlandaskan keadilan Imam Muhammad Abu Zahrah, ahli hukum Islam dari Mesir, mengatakan bahwa keadilan merupakan tujuan syariat Islam yang paling utama dan mulia.
Di atas landasan keadilan itu manusia menempati kedudukannya yang paling tinggi di antara makhluk, makhluk Allah SWT. Dalam kedudukan demikian antara satu dan yang lain menempati posisi yang sama di mata hukum. Masing-masing individu mempunyai hak yang sama dan hak itu diimbangi pula dengan kewajiban yang harus dipikulnya. Karena itu, tidak boleh ada di antara manusia yang menindas sesamanya.
Keadilan Allah SWT tidak terlepas dari sifat Ar- rahman (Yang Maha Pemurah) dan Ar-rahim (Yang Maha Penyayang) serta sejumlah sifat jamal (keindahan), seperti Al-Ganiy (Yang Maha Kaya), Al-Gahr (Yang Maha Pengampun), Ar-Ra ‘uf (Yang Maha Lembut), At-Tawwab (Yang Senantiasa Menerima Tobat), Al-Hallm (Yang Maha Penyantun), Al-‘Afuwwu (Yang Maha Pemaaf), Asy-Syakur (Yang Memberi Pahala Berlipat Ganda), As-Salam (Yang Menciptakan Damai), Al-Mu’min (Yang Memberi Keamanan), Al-Barr(Yang Maha Dermawan), Al-Wasiy (Pemberi Yang Berlimpah), Al-Wahhab (Yang Maha Memberi), Ar-Razzaq (Yang Maha Pemberi Rezeki), Al- Hafiz (Yang Maha Menjaga), Al-Latif (Yang Maha Halus), dan lain-lain.
Karena itu, keadilan Allah SWT merupakan keadilan yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Hal ini dikatakan dalam Alquran, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS.21,107).
Di samping sifat-sifat jamal di atas, keadilan Allah SWT tidak pula terlepas dari sifat-sifat yang mulia atau agung), seperti Al- 'Aaz (Yang Maha Perkasa), Al-Jabbar (Yang Maha Memaksa), Al-Mutakabbir (Yang Memiliki Kebesaran), Al-Matin (Yang Maha Kuat), Al-Qadir atau Al-Qadir (Yang Maha Kuasa), AI-Muntaqim (Yang Menetapkan Pembalasan) dan lain-lain.
Dengan adanya sifat-sifat demikian, maka keadilan Allah SWT dapat ditegakkan. Bertolak dari hal demikian, maka keadilan Allah SWT dapat mendorong manusia untuk senantiasa menjauhkan diri dari kejahatan dan selalu berupaya untuk melakukan baikan.
Sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: hannan putra
منبع : republika.co.id
Posting Komentar