PDI Perjuangan dinilai makin
memperlihatkan sikap haus kekuasaan yang berlebihan. Pandangan itu
berdasar fakta bahwa capresnya, Joko Widodo, bersikeras untuk tetap
menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Pengamat sosial politik
Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara, mengatakan, Jokowi sebetulnya
sudah tidak lagi konsentrasi dalam memimpin ibukota. Pastilah Jokowi
lebih mementingkan pencapresan dan koalisi parpolnya karena PDIP tidak
mencapai 20 persen di pemilihan legislatif.
"Tampak nafsu PDIP
ingin kembali berkuasa kuat sekali setelah sepuluh tahun jadi oposisi.
Kalau Jokowi kalah dalam pilpres, tetap bisa pegang Jakarta. Tidak ada larangan UU untuk melakukan itu," ujar Igor.
Merujuk
pada popularitas Jokowi, Igor menyarankan adanya riset atau survei
mendalam bagaimana seorang capres menjadi sangat populer meski tanpa
program jelas. Bahkan, bisa tetap disukai walau ingkar janji terhadap
rakyat yang memilihnya dalam pemilihan kepala daerah.
Igor
pribdai menilai magnet elektoral Jokowi adalah "blusukan" sebagai
political branding. Menurutnya, blusukan yang dilakukan Jokowi merupakan
positioning penting untuk melekat pada memori publik.
"Jadi,
bagaimana seseorang bisa populer meski tanpa visi misi jelas? Ya, dengan
blusukan tadi sebagai political branding," tegas Igor. [suaranews]
Posting Komentar