Hari yang ditunggu oleh sepadang muda-mudi yang
terperdaya yaitu hari valentine yang diklaim sebagai hari cinta dan
kasih. Padahal sudah banya tersebar mengenai kisah yang sebenarnya
mengenai asal usul hari Valentine. Tentu saja hukum merayakannya sudah
jelas yaitu HARAM.
Adalah tepatnya sang pemudi yang lebih banyak tertipu daya, sang pemuda membuktikan cinta dengan sekedar surprise
ungkapan romantis manis berbalut kata puitis, kemudian buah tangan yang
terbingkis berisi coklat dan sepenggal kalimat yang membuat pemudi
melayang ke langit impian. Sedangkan sang pemudi terperdaya dengan
membuktikan cinta dengan keperawanan atau apalah, yang seharusnya itu
dipersembahkan untuk suami halalnya kelak.
Pembuktian cinta hanya dengan menikah
Jika ada mengakui mencinta tetapi tidak menikahi atau segera menikahi
maka itu semua hanya cinta kasih yang menjelma saja dalam pandangan
mata yang berfatamorgana. Walaupun yang diumbar adalah sajak romantis
yang mengalahkan merdu kicauan burung, walaupun sentuhan sayang yang
dibelai mengalahkan tetesan embun dan walaupun buah tangan yang diberi
adalah rangkaian melati bersanggul jelita. Semuanya tanpa pernikahan
adalah semi palsu bahkan tipu daya.
Mengapa? karena orang yang paling mengetahui hakikat pembuktian cinta mengatakan bukti cinta adalah menikah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لم ير للمتحا بين مثل النكاح
“Tidak diketahui [yang lebih bermanfaat] bagi dua orang yang saling mencinta semisal pernikahan”1
Ulama pakar hati Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu berkata, “sungguh
para dokter dan yang lainnya bersepakat dalam pandangan orang-orang
yang berakal mengenai pengobatan, bahwa obat dari penyakit ini [mabuk
cinta] adalah bertemunya dua ruh dan menempelnya dua badan [yaitu
menikah]”.2
Sekali lagi, pembuktian cinta hanya dengan menikah!
Cinta prematur dan cinta lelehan lilin
Sebagian manusia terpedaya dengan cinta prematur, cinta yang belum
takdir waktunya untuk diturunkan dari langit. Akan tetapi nafsu
merenggut dan menarik paksa sehingga ia turun tertatih, cinta seadanya
yang dipaksakan bertahan hidup. Atau mungkin akan lenyap dalam beberapa
saat karena ia lahir sebelum garis batas waktunya yaitu pernikahan.
Cinta yang diumbar adalah cinta seumur hidup, padahal ikatannya masih
belum mempuyai simpul dan tidak jelas. Cinta yang dikira tulus kepada
diri dan jiwanya padahal ia hanya cinta kepada kecantikan rupa, hanya
cinta pada harta dan kedudukan. Ketika kecantikan bersaing kuat berlomba
dengan usia, maka kecantikan perlahan menyerah. Ketika hilang
kecantikan, hilanglah cinta, kemana lagi rayuan yang dulu, kemana lagi
buah tangan yang dulu, kemana lagi roman picisan. Apakah telah meleleh
lebih cepat dari lelehan lilin yang membakar lenyap diri sendiri?
Mereka mengatakan cinta seumur hidup? Walupun benar, Jika umur
telah menjadi perkara malaikat maut, maka usailah cinta, hanya sekedar
menjadi sejarah di dunia yang sebentar lagi dilupakan oleh orang-orang
karena episode generasi selanjutnya sudah menunggu. Karena semua yang
ada di dunia ini adalah akan sirna, termasuk cinta yang hanya mentok
dengan cita-cita ujung dunia saja. Allah Azza wa Jalla berfirman,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” (QS. Ar-Rahman: 26)
Dan bisa jadi jika orang yang saling mencintai di dunia tanpa
landasan cinta Allah akan menjadi saling bermusuhan di akhirat, Allah
Azza wa Jalla berfirman,
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari
itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertaqwa” (QS. Az Zukhruf: 67).
Duhai para wanita dan insan yang mencari cinta, apakah ini cinta yang
engkau cari? Cinta yang berumur sehari saja? Atau berumur semalam di
malam Valentine?
@Pogung Kidul, Yogyakarta tercinta
1 HR. Ibnu Majah no. 1847, Al-Hakim 2/160, Al-Baihaqi 7/78 dishahihkan oleh Al-Albani dalam As- silsilah As-shahihah no. 624
2 Raudhatul Muhibbin hal. 212, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut, 1403 H, Asy-Syamilah
—
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
sumber: Muslim.Or.Id
—
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
sumber: Muslim.Or.Id
Posting Komentar