ANATOMI DAN DESAIN KURIKULUM 2013

Admin | Selasa, Januari 07, 2014 |

BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    LATAR BELAKANG
Dalam banyak literatur kurikulum diartikan sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Kurikulum juga dapat dartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan juga sebagai pelaksanaan rencana diatas (actual curriculum).
Kurikulum seperti pengertiannya ruang lingkupnya mencakup lingkup sempit maupun lingkup luas. Kurikulum dalam cakupan luas yaitu sebagai program pengajaran pada satu jenjang pendidikan, sedangkan kurikulum dalam cakupan sempit seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam mata pelajaran.
Desain kurikulum akan sangat diperlukan. Desain kurikulum menggambarkan pola organisasi dari komponen – komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya. Komponen  kurikulum haruslah berjalan hierarkis dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Komponen kurikulum tersebut bukan hanya menjadi wacana yang kita pelajari secara teoritis. Tetapi harus diaplikasikan dalam dunia sesungguhnya.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apasajakah  Anatomi / komponen - komponen Kurikulum?
2.      Bagaimanakah Desain suatu kurikulum?
C.     TUJUAN
1.      Menjelaskan tentang anatomi / komponen – komponen kurikulum.
2.      Menjelaskan tentang desani kurikulum.
BAB II
ISI
ANATOMI DAN DESAIN KURIKULUM
A.    Anatomi / komponen kurikulum
Anatomi berasal dari bahasa yunani anatomis yang berarti memotong. Kemudian akan lebih tepat dalam pokok bahasan ini disebut sebagai struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi yang meliputi dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua, kesesuaian antara komponen – komponen kurikulum. Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia yang memiliki anatomi tertentu. Unsur  atau komponen dari anatomi tubuh kurikulum adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian, media, serta evaluasi.
1.      Tujuan
Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama, perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua, pemikiran – pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai – nilai filosofis, terutama falsafah negara. Tujuan pendidikan nasional antara lain tujuan umum dan khusus, jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Dalam kurikulum SD, SMP dan SMA 1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional yang merupakan ideal pendidikan seluruh bangsa indonesia. Tujuan institusional merupakan sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler yang menjadi sasaran suatu bidang studi atau mata pelajaran, atau tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai oleh suatu pokok bahasan
Tujuan pendidikan nasional jangka panjang merupakan tujuan suatu pendidikan umum, sedangkan tujuan instruksional yang berjangka waktu cukup pendek merupakan tujuan yang bersifat khusus.
Bloom dalam buku Nana Syaodih (1988 :111) mengemukakan 3 kategori tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Keuntungan menggunakan tujuan mengajar yang berbentuk khusus antara lain:
a.       Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan mengajar kepada siswa
b.      Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar
c.       Memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media mengajar
d.      Memudahkan guru dalam penilaian.
Selain keuntungannya, terdapat pula kekurangan menggunakan tujuan mengajar berbentuk khusus, yaitu :
a.       Sukar menyusun tujuan – tujuan khusus untuk domain afektif
b.      Sukar menyusun tujuan – tujuan khusus pada tingkat yang lebih tinggi.
Untuk mengatasi kedua kesukaran tersebut diperlukan keahlian, latihan, dan pengalaman yang mencukupi dari guru-guru. Kekurangan keahlian, latihan dan pengalaman akan membawa guru-guru pada perumusan tujuan yang bertaraf rendah, yang mudah diukur. Kelemahan diatas akan menyebabkan penyusunan tujuan khusus bersifat mekanistis, dengan jumlah tujuan yang sangat banyak.
2.      Bahan ajar
Bahan ajar tersusun atas topik – topik dan sub topik tertentu. Tiap topik atau sub topik mengandung ide – ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub sub topik tertentu. Tiap topik atau sub topik mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Topik-topik atau sub-sub topik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu yang membentuk suatu sekuens bahan ajar.
Ada beberapa cara untuk menyususn sekuen bahan ajar, yaitu :
a.       Sekuens kronologis
Digunakan untuk menyusun bahan ajar berdasarkan urutan waktu. Peristiwa-peristiwa sejarah, perkembangan historis suatu institusi, penemuan-penemuan ilmiah disusun berdasarkan sekuens kronologis.
b.      Sekuens kausal
Berhubungan dengan situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa atau situasi lain. Siswa dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu daripada sesuatu peristiwa atau situasi lain.
Rowntree dalam buku Nana Syaodih (1988 :115) menyatakan sekuens kausal cocok untuk menyusun bahan ajar dalam bidang meteorologi dan geomorfologi.
c.       Sekuens struktural
Bahan ajar suatu bidang studi telah mempunyai struktur tertentu. Penusunan sekuens bahan ajar bidang studi tersebut perlu disesuaikan dengan strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin mengajarkan alat-alat optik tanpa terlebih dahulu mengajarkan pemantulan dan pembiasan cahaya, dan pemantulan dan pembiasaan cahaya tidak mungkin diajarkan tanpa terlebih dahulu mengajarkan masalah cahaya.
d.      Sekuens logis dan psikologis
Bahan ajar disusun berdasarkan urutan logis. Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian kepada seluruhan, dari yang sederhana ke yang kompleks, tetapi menurut sekuen psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian, dari yang kompleks kepada yang sederhana.
e.       Sekuens spiral
Bahan ajar dipusatkan pada topik atau bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut,  bahan diperluas atau diperdalam. Topik atau bahan ajar tersebut adalah sesuatu yang populer dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
f.       Rangkaian ke belakang
Dalam sekuen ini belajar dimulai dari langkah akhir dan mudur kebelakang.
g.      Sekuens berdasarkan hierarki belajar
Sekuen ini memiliki prosedur sebagai berikut : tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan tersebut.
3.      Strategi mengajar
Penyusunan sekuens bahan ajaran berhubungan erat dengan strategi atau metoda mengajar. Pada waktu seorang Guru menyususn menyusun sekuens sesuatu bahan ajar ia juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan ajaran dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang digunakan dalam mengajar, yaitu :
a.       Reception / Exposition Learning-Discovery Learning
Reception dan Exposition Learning sesungguhya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda dalam pelakunya. Reception Learning dilihat dari sisi siswa, sedangkan Exposition dilihat dari sisi Guru.
Dalam Discovery Learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir. Siswa dituntu untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis dan membuat kesimpulan.
b.      Rote learning-Meaningful Learning
Dalam Rote Learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Dalam meaningful, penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa.
c.       Group Learning-Individual Learning
Pelaksanaan Discovery Learning menuntut aktifitas belajar yang individual atau dalam kelompok kecil. Discovery learning dalam bentuk kelas pelaksanaanya agak sukar dan mempunyai beberapa keberatan. Keberatan utama discovery learning dalam bentuk kelas adalah karena kemampuan dan kecepatan belajar tidak sama.
4.      Media mengajar
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar.
Rowntree mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam yang disebut Modes, yaitu :
a.       Interaksi insani
Interaksi insani dapat berlangsung melalui komunikasi verbal atau nonverbal. Komunikasi verbal memegang peranan penting terutama dalam perkembanangan segi kognitif siswa. Untuk pengembangan segi afektif seringkali komunikasi verbal seperti : sikap, penampilan, roman muka, gerak-gerik dan sebagainya memegang peranan penting.
b.      Realia
Realia merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang atau benda dan peristiwa yang diamati siswa. Dalam interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang lain, sedang dalam realia kesemuaan tersebut berfungsi sebagai objek pengamatan studi siswa.
c.       Pictorial
Media ini menyajikan berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol, bergerak atau tidak, dibuat di atas kertas, film, kaset dan media lainnya. Media pictorial memiliki keuntungan karena semua bentuk ukuran, kecepatan, benda, mahluk dan peristiwa dapat disajikan di media ini. Juga penyajiannya dapat bervariasi dari bentuk yang paling sederhana sampai sketsa dan bagan.
d.      Simbol
Merupakan media penyajian informasi paling umum. Ada beberapa macam bentuk media simbol seperti buku teks, buku paket, modul dan majalah. Media ini biasanya dilengkapi dengan media pictorial.
e.       Rekaman suara
Betrbagai bentuk informasi dapat disajikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara, sehingga mempermudah guru dalam menyampaikan materi belajar.
Edgar Dale dalam buku Nana Syaodih (1988 : 119) mengemukakan ada 12 media mengajar atau audio visual aid, yang disebutnya Cone Of Experience atau Kerucut Pengalaman, yaitu :
1)      Verbal symbol
2)      Visual symbol
3)      Signs, stick figures
4)      Radio and recordings
5)      Still pictures
6)      Educational television
7)      Exhibits
8)      Study trips
9)      Demonstrations
10)  Dramatized Experience
11)  Contrived experiences
12)  Direct puposeful
Gagne dalam buku Nana Syaodih (1988 : 119)  mengemukakan lima macam perangsang belajar disertai alat untuk menyajikannya, yaitu:
Perangsang
Alat
Kata – kata tertulis
Kata – kata lisan
Gambar dan kata – kata lisan
Gambar bergerak, kata dan suara lain
Konsep teoritis gambar
Buku pengajaran berprogram, proyektor slide, poster
Guru, tape recording
Slide bersuara, ceramah dan poster
Proyektor film bergerak, televisiDemonstrasi
Film bergerak permainan wayang, boneka
5.      Evaluasi pengajaran
Evaluasi ditunjukkan untuk menilai pencapaian tujuan – tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses mengajar secara keseluruhan. Evaluasi pengajaran ini meliputi evaluasi hasil belajar mengajar dan evaluasi pelaksanaan mengajar.
a.       Evaluasi hasil belajar mengajar
Untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan – tujuan khusus yang telah ditentukan, diadakan suatu evaluasi. Evaluasi ini disebut juga evaluasi hasil belajar mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir – butir soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditentukan. Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif ditunjukkan untuk menilai penguasaan siawa terhadap tujuan – tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek. Haasil evaluasi formatif ini terutama digunakan untuk memperbaiki proses belajar – mengajar dan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa.
Evaluasi sumatif ditunjukkan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan –tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama. Evaluasi sumatif mempunyai fungsi yang lebih luas daripada evaluasi formatif. ‘
b.      Evaluasi pelaksanaan mengajar
Komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran, strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar itu sendiri.
Untuk mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan hanya digunakan tes tetapi juga digunakan bentuk-bentuk non tes seperti observasi, studi dokumenter, analisis hasil, angket. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru sendiri ataupun pihak-pihak lain yang berwenang seperti kepala sekolah dan pengawas.
6.      Penyempurnaan pengajaran
Hasil – hasil evaluasi baik evaluasi belajar, maupum evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi penyempurnaan – penyempurnaan lebih lanjut. Semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapat prioritas lebih dulu atau mendapatkan lebih banyak dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya.
Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau saran-saran orang lain. Penyempurnaan juga mungkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian – bagian tertentu. Semua hal tersebet tergantung pada kesimpulan – kesimpulan hasil evaluasi.
B.     Desain kurikulum
Desain kurikulum menunjukkan suatu bentuk susunan komponen-komponen kurikulum. Karena itu desain kurikulum sering juga disebut organisasi kurikulum. Komponen-komponen kurikulum itu paling tidak terdiri dari: (1) tujuan, (2) isi, (3) kegiatan belajar, dan (4) evaluasi. Jadi, bentuk desain kurikulum menggambarkan hakekat dari keempat komponen kurikulum itu dan pengorganisasiannya sehingga membentuk suatu kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu Dimensi horizontal dan dimensi vertikal.
Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang lemah kemudian menuju kepada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum yaitu :
1.      Subjek Centered Design
Suatu desain kurikulum yang berpusat kepada bahan ajar. Model ini mempunyai kelebihan yaitu mudah disusun, dievaluasi dilaksanakan dan pengajarnnya tidak perlu dipersiapkan khusus. Kelemahannya adalah bertentangan dengan kenyataan, peserta didik pasif, bersifat verbalitas dan kurang praktis.
Ada tiga jenis desain yang tergolong  dalam desain berpusat pada subjek / bahan ajar, yaitu :
a.       Desain subjek
Desain subjek merupakan desai kurikulum yang tertua dan merupakan bentuk organisasi kurikulum yang paling banyak dipakai. Ilmu pengetahuan yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum itu disaring sehingga menjadi sejumlah subjek yang disusun secara logis, ekonomis, berguna, nyata dan mudah dicerna.
b.      Desain disiplin ilmu
Dalam desain tidak sembarang pengetahuan yang dimasukkan dalam kurikulum. Yang dimasukkan hanyalah disiplin ilmu. Disiplin ilmu yang dimaksud ialah suatu bidang akademik tradisional dari penelitian, seperti : fisika, psikologi dan kesusastraan.
c.       Desain bidang studi
Pada hakekatnya desain bidang studi muncul untuk mengatasi kelemahan desain subjek dan desain disiplin ilmu yang mengkotak-kotakkan ilmu. Caranya ialah menggabungkan dua atau lebih disiplin ilmu ke dalam satu bidang studi.
2.      Learner Centered Design
Desain ini banyak mendapat pengaruh dari paham Rousseau dan pemikiran filsafat yang terpusat pada manusia. Pendukung desain ini memandang masyarakat dengan pengertian yang sangat demokratis, dan individu sebagai entitas yang secara alamiah baik, dan bahkan suci.
Design ini berbeda dengan subject centered design, yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya dan karena itu mengutamakan peranan dari isi kurikulum.
Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik di dalam pendidikan atau pengajar yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri.
3.      Problem Centered Design
Berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia. Problem centered design menekankan manusia dalam kessatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat. Design ini menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik
Minimal ada dua varisi model kurikulum ini, yaitu:
a.       Desain lapangan hidup
Desain ini menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses dan yang bersifat isi diintegrasikan. Penguasan informasi-informasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri lain dari model desain ini adalah menggunakan pengalaman-pengalaman dan siatuasi nyata dari siswa sebagai pembuka jalan bagi mempelajari bidang-bidang kehidupan.
b.      Desain kurikulum inti
Ide membuat desain kurikulum inti pada dasarnya, timbul pada sekitar abad ke XX sebagai reaksi atas pengkotakan ilmu dari desain subjek. Kurikulum inti diberikan oleh guru-guru yang memiliki penguasaan dan wawasan yang luas, bukan spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan sosial, guru-guru tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan sosial pribadi anak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum dapat diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curiculum), dan juga sebagai pelaksana rencana diatas (actual curriculum). Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang sangat sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen utama yaitu tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian, media, serta evaluasi.
Semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapat prioritas lebih dulu atau mendapatkan lebih banyak dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya.
Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyususnan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu Dimensi horizontal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang lemah kemudian menuju kepada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Rusly. 1989. Perencanaan dan Desain kurikulum dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Ali, Muhammad. 1992. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi aksara.
Sudjana, Nana. 2005. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar baru Algesindo.
Syaodih, Nana. 1988. Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Sumber: http://vidianaevien.blogspot.com/2013/04/anatomi-dan-desain-kurikulum.html
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Guru Tomo | Guru Tomo
Copyright © 12.12.2013. gurutomo - All Rights Reserved
Modifikasi by Creating Website Published by Guru Tomo
Proudly powered by Blogger