BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam
banyak literatur kurikulum diartikan sebagai suatu dokumen atau rencana
tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik
melalui suatu pengalaman belajar. Kurikulum juga dapat dartikan sebagai dokumen
tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan juga
sebagai pelaksanaan rencana diatas (actual curriculum).
Kurikulum
seperti pengertiannya ruang lingkupnya mencakup lingkup sempit maupun lingkup
luas. Kurikulum dalam cakupan luas yaitu sebagai program pengajaran pada satu
jenjang pendidikan, sedangkan kurikulum dalam cakupan sempit seperti program
pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam mata pelajaran.
Desain
kurikulum akan sangat diperlukan. Desain kurikulum menggambarkan pola
organisasi dari komponen – komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya.
Komponen kurikulum haruslah berjalan
hierarkis dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Komponen
kurikulum tersebut bukan hanya menjadi wacana yang kita pelajari secara
teoritis. Tetapi harus diaplikasikan dalam dunia sesungguhnya.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apasajakah Anatomi / komponen - komponen Kurikulum?
2. Bagaimanakah
Desain suatu kurikulum?
C. TUJUAN
1. Menjelaskan
tentang anatomi / komponen – komponen kurikulum.
2. Menjelaskan
tentang desani kurikulum.
BAB II
ISI
ANATOMI DAN DESAIN KURIKULUM
A. Anatomi
/ komponen kurikulum
Anatomi
berasal dari bahasa yunani anatomis yang berarti memotong. Kemudian akan lebih
tepat dalam pokok bahasan ini disebut sebagai struktur atau susunan atau juga
bagian atau komponen.
Suatu
kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi yang meliputi dua hal.
Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kondisi, dan perkembangan
masyarakat. Kedua, kesesuaian antara komponen – komponen kurikulum. Kurikulum
dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia yang memiliki anatomi
tertentu. Unsur atau komponen dari
anatomi tubuh kurikulum adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem
penyampaian, media, serta evaluasi.
1. Tujuan
Tujuan
kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama, perkembangan tuntutan,
kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua, pemikiran – pemikiran dan terarah pada
pencapaian nilai – nilai filosofis, terutama falsafah negara. Tujuan pendidikan
nasional antara lain tujuan umum dan khusus, jangka panjang, jangka menengah
dan jangka pendek. Dalam kurikulum SD, SMP dan SMA 1975/1976 dikenal kategori
tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional yang merupakan ideal
pendidikan seluruh bangsa indonesia. Tujuan institusional merupakan sasaran
pendidikan suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler yang menjadi sasaran
suatu bidang studi atau mata pelajaran, atau tujuan instruksional yang
merupakan target yang harus dicapai oleh suatu pokok bahasan
Tujuan
pendidikan nasional jangka panjang merupakan tujuan suatu pendidikan umum,
sedangkan tujuan instruksional yang berjangka waktu cukup pendek merupakan
tujuan yang bersifat khusus.
Bloom
dalam buku Nana Syaodih (1988 :111) mengemukakan 3 kategori tujuan mengajar
sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Keuntungan
menggunakan tujuan mengajar yang berbentuk khusus antara lain:
a. Memudahkan
dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan mengajar kepada siswa
b. Memudahkan
guru memilih dan menyusun bahan ajar
c. Memudahkan
guru menentukan kegiatan belajar dan media mengajar
d. Memudahkan
guru dalam penilaian.
Selain keuntungannya, terdapat pula
kekurangan menggunakan tujuan mengajar berbentuk khusus, yaitu :
a. Sukar
menyusun tujuan – tujuan khusus untuk domain afektif
b. Sukar
menyusun tujuan – tujuan khusus pada tingkat yang lebih tinggi.
Untuk mengatasi kedua
kesukaran tersebut diperlukan keahlian, latihan, dan pengalaman yang mencukupi
dari guru-guru. Kekurangan keahlian, latihan dan pengalaman akan membawa
guru-guru pada perumusan tujuan yang bertaraf rendah, yang mudah diukur.
Kelemahan diatas akan menyebabkan penyusunan tujuan khusus bersifat mekanistis,
dengan jumlah tujuan yang sangat banyak.
2. Bahan
ajar
Bahan
ajar tersusun atas topik – topik dan sub topik tertentu. Tiap topik atau sub
topik mengandung ide – ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
Untuk
mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran.
Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub sub topik tertentu. Tiap topik
atau sub topik mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Topik-topik atau sub-sub topik tersebut tersusun dalam sekuens
tertentu yang membentuk suatu sekuens bahan ajar.
Ada
beberapa cara untuk menyususn sekuen bahan ajar, yaitu :
a. Sekuens
kronologis
Digunakan untuk
menyusun bahan ajar berdasarkan urutan waktu. Peristiwa-peristiwa sejarah,
perkembangan historis suatu institusi, penemuan-penemuan ilmiah disusun
berdasarkan sekuens kronologis.
b. Sekuens
kausal
Berhubungan dengan
situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa atau situasi
lain. Siswa dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab
atau pendahulu daripada sesuatu peristiwa atau situasi lain.
Rowntree dalam buku Nana
Syaodih (1988 :115) menyatakan sekuens kausal cocok untuk menyusun bahan ajar
dalam bidang meteorologi dan geomorfologi.
c. Sekuens
struktural
Bahan ajar suatu bidang
studi telah mempunyai struktur tertentu. Penusunan sekuens bahan ajar bidang
studi tersebut perlu disesuaikan dengan strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin
mengajarkan alat-alat optik tanpa terlebih dahulu mengajarkan pemantulan dan
pembiasan cahaya, dan pemantulan dan pembiasaan cahaya tidak mungkin diajarkan
tanpa terlebih dahulu mengajarkan masalah cahaya.
d. Sekuens
logis dan psikologis
Bahan ajar disusun
berdasarkan urutan logis. Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian
kepada seluruhan, dari yang sederhana ke yang kompleks, tetapi menurut sekuen
psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian, dari yang kompleks kepada
yang sederhana.
e. Sekuens
spiral
Bahan ajar dipusatkan
pada topik atau bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut, bahan diperluas atau diperdalam. Topik atau
bahan ajar tersebut adalah sesuatu yang populer dan sederhana, tetapi kemudian
diperluas dan diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
f. Rangkaian
ke belakang
Dalam sekuen ini
belajar dimulai dari langkah akhir dan mudur kebelakang.
g. Sekuens
berdasarkan hierarki belajar
Sekuen ini memiliki
prosedur sebagai berikut : tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis, kemudian
dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Strategi
mengajar
Penyusunan
sekuens bahan ajaran berhubungan erat dengan strategi atau metoda mengajar.
Pada waktu seorang Guru menyususn menyusun sekuens sesuatu bahan ajar ia juga
harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan
ajaran dengan urutan seperti itu.
Ada
beberapa strategi yang digunakan dalam mengajar, yaitu :
a. Reception
/ Exposition Learning-Discovery Learning
Reception dan
Exposition Learning sesungguhya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda dalam
pelakunya. Reception Learning dilihat dari sisi siswa, sedangkan Exposition
dilihat dari sisi Guru.
Dalam Discovery
Learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir. Siswa dituntu untuk
melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis dan membuat kesimpulan.
b. Rote
learning-Meaningful Learning
Dalam Rote Learning
bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi
siswa. Dalam meaningful, penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa.
c. Group
Learning-Individual Learning
Pelaksanaan Discovery Learning
menuntut aktifitas belajar yang individual atau dalam kelompok kecil. Discovery
learning dalam bentuk kelas pelaksanaanya agak sukar dan mempunyai beberapa
keberatan. Keberatan utama discovery learning dalam bentuk kelas adalah karena
kemampuan dan kecepatan belajar tidak sama.
4. Media
mengajar
Media
mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru
untuk mendorong siswa belajar.
Rowntree
mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam yang disebut Modes, yaitu :
a. Interaksi
insani
Interaksi insani dapat
berlangsung melalui komunikasi verbal atau nonverbal. Komunikasi verbal
memegang peranan penting terutama dalam perkembanangan segi kognitif siswa.
Untuk pengembangan segi afektif seringkali komunikasi verbal seperti : sikap,
penampilan, roman muka, gerak-gerik dan sebagainya memegang peranan penting.
b. Realia
Realia merupakan bentuk
perangsang nyata seperti orang atau benda dan peristiwa yang diamati siswa.
Dalam interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang lain, sedang dalam
realia kesemuaan tersebut berfungsi sebagai objek pengamatan studi siswa.
c. Pictorial
Media ini menyajikan
berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol, bergerak atau
tidak, dibuat di atas kertas, film, kaset dan media lainnya. Media pictorial
memiliki keuntungan karena semua bentuk ukuran, kecepatan, benda, mahluk dan
peristiwa dapat disajikan di media ini. Juga penyajiannya dapat bervariasi dari
bentuk yang paling sederhana sampai sketsa dan bagan.
d. Simbol
Merupakan media
penyajian informasi paling umum. Ada beberapa macam bentuk media simbol seperti
buku teks, buku paket, modul dan majalah. Media ini biasanya dilengkapi dengan
media pictorial.
e. Rekaman
suara
Betrbagai bentuk
informasi dapat disajikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara, sehingga
mempermudah guru dalam menyampaikan materi belajar.
Edgar Dale dalam buku Nana
Syaodih (1988 : 119) mengemukakan ada 12 media mengajar atau audio visual aid,
yang disebutnya Cone Of Experience atau Kerucut Pengalaman, yaitu :
1) Verbal
symbol
2) Visual
symbol
3) Signs,
stick figures
4) Radio
and recordings
5) Still
pictures
6) Educational
television
7) Exhibits
8) Study
trips
9) Demonstrations
10) Dramatized
Experience
11) Contrived
experiences
12) Direct
puposeful
Gagne
dalam buku Nana Syaodih (1988 : 119) mengemukakan lima macam perangsang belajar
disertai alat untuk menyajikannya, yaitu:
Perangsang
|
Alat
|
Kata – kata tertulis
Kata – kata lisan
Gambar dan kata – kata lisan
Gambar bergerak, kata dan suara lain
Konsep teoritis gambar
|
Buku pengajaran berprogram, proyektor slide,
poster
Guru, tape recording
Slide bersuara, ceramah dan poster
Proyektor film bergerak, televisiDemonstrasi
Film bergerak permainan wayang, boneka
|
5. Evaluasi
pengajaran
Evaluasi
ditunjukkan untuk menilai pencapaian tujuan – tujuan yang telah ditentukan
serta menilai proses mengajar secara keseluruhan. Evaluasi pengajaran ini
meliputi evaluasi hasil belajar mengajar dan evaluasi pelaksanaan mengajar.
a. Evaluasi
hasil belajar mengajar
Untuk
menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan – tujuan khusus yang telah
ditentukan, diadakan suatu evaluasi. Evaluasi ini disebut juga evaluasi hasil
belajar mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir – butir soal untuk mengukur
pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditentukan. Menurut lingkup luas bahan
dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.
Evaluasi
formatif ditunjukkan untuk menilai penguasaan siawa terhadap tujuan – tujuan
belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek. Haasil evaluasi formatif ini
terutama digunakan untuk memperbaiki proses belajar – mengajar dan membantu
mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa.
Evaluasi
sumatif ditunjukkan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan –tujuan yang
lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama.
Evaluasi sumatif mempunyai fungsi yang lebih luas daripada evaluasi formatif. ‘
b. Evaluasi
pelaksanaan mengajar
Komponen
yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar mengajar tetapi
keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi komponen tujuan
mengajar, bahan pengajaran, strategi dan media pengajaran, serta komponen
evaluasi mengajar itu sendiri.
Untuk
mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan hanya
digunakan tes tetapi juga digunakan bentuk-bentuk non tes seperti observasi,
studi dokumenter, analisis hasil, angket. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru
sendiri ataupun pihak-pihak lain yang berwenang seperti kepala sekolah dan
pengawas.
6. Penyempurnaan
pengajaran
Hasil
– hasil evaluasi baik evaluasi belajar, maupum evaluasi pelaksanaan mengajar
secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi penyempurnaan – penyempurnaan
lebih lanjut. Semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk
disempurnakan. Suatu komponen mendapat prioritas lebih dulu atau mendapatkan
lebih banyak dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya.
Penyempurnaan
mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal tertentu mungkin
dibutuhkan bantuan atau saran-saran orang lain. Penyempurnaan juga mungkin
bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian – bagian tertentu. Semua hal
tersebet tergantung pada kesimpulan – kesimpulan hasil evaluasi.
B. Desain
kurikulum
Desain
kurikulum menunjukkan suatu bentuk susunan komponen-komponen kurikulum. Karena
itu desain kurikulum sering juga disebut organisasi kurikulum.
Komponen-komponen kurikulum itu paling tidak terdiri dari: (1) tujuan, (2) isi,
(3) kegiatan belajar, dan (4) evaluasi. Jadi, bentuk desain kurikulum
menggambarkan hakekat dari keempat komponen kurikulum itu dan pengorganisasiannya
sehingga membentuk suatu kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat
dari dua dimensi, yaitu Dimensi horizontal dan dimensi vertikal.
Dimensi
horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Dimensi
vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat
kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang lemah kemudian menuju kepada yang
lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.
Berdasarkan
pada apa yang menjadi fokus pengajaran sekurang-kurangnya dikenal tiga pola
desain kurikulum yaitu :
1. Subjek
Centered Design
Suatu
desain kurikulum yang berpusat kepada bahan ajar. Model ini mempunyai kelebihan
yaitu mudah disusun, dievaluasi dilaksanakan dan pengajarnnya tidak perlu dipersiapkan
khusus. Kelemahannya adalah bertentangan dengan kenyataan, peserta didik pasif,
bersifat verbalitas dan kurang praktis.
Ada
tiga jenis desain yang tergolong dalam
desain berpusat pada subjek / bahan ajar, yaitu :
a. Desain
subjek
Desain subjek merupakan
desai kurikulum yang tertua dan merupakan bentuk organisasi kurikulum yang
paling banyak dipakai. Ilmu pengetahuan yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum
itu disaring sehingga menjadi sejumlah subjek yang disusun secara logis,
ekonomis, berguna, nyata dan mudah dicerna.
b. Desain
disiplin ilmu
Dalam desain tidak
sembarang pengetahuan yang dimasukkan dalam kurikulum. Yang dimasukkan hanyalah
disiplin ilmu. Disiplin ilmu yang dimaksud ialah suatu bidang akademik
tradisional dari penelitian, seperti : fisika, psikologi dan kesusastraan.
c. Desain
bidang studi
Pada hakekatnya desain
bidang studi muncul untuk mengatasi kelemahan desain subjek dan desain disiplin
ilmu yang mengkotak-kotakkan ilmu. Caranya ialah menggabungkan dua atau lebih
disiplin ilmu ke dalam satu bidang studi.
2. Learner
Centered Design
Desain
ini banyak mendapat pengaruh dari paham Rousseau dan pemikiran filsafat yang
terpusat pada manusia. Pendukung desain ini memandang masyarakat dengan
pengertian yang sangat demokratis, dan individu sebagai entitas yang secara
alamiah baik, dan bahkan suci.
Design
ini berbeda dengan subject centered design, yang bertolak dari cita-cita untuk
melestarikan dan mewariskan budaya dan karena itu mengutamakan peranan dari isi
kurikulum.
Learner
centered, memberi tempat utama kepada peserta didik di dalam pendidikan atau
pengajar yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri.
3. Problem
Centered Design
Berpangkal
pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia. Problem centered design
menekankan manusia dalam kessatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat.
Design ini menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik
Minimal
ada dua varisi model kurikulum ini, yaitu:
a. Desain
lapangan hidup
Desain ini menekankan
prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan
yang bersifat proses dan yang bersifat isi diintegrasikan. Penguasan
informasi-informasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri lain dari
model desain ini adalah menggunakan pengalaman-pengalaman dan siatuasi nyata
dari siswa sebagai pembuka jalan bagi mempelajari bidang-bidang kehidupan.
b. Desain
kurikulum inti
Ide membuat desain
kurikulum inti pada dasarnya, timbul pada sekitar abad ke XX sebagai reaksi
atas pengkotakan ilmu dari desain subjek. Kurikulum inti diberikan oleh
guru-guru yang memiliki penguasaan dan wawasan yang luas, bukan spesialis. Di
samping memberikan pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan sosial, guru-guru
tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan sosial pribadi anak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum dapat diartikan sebagai
dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written
curiculum), dan juga sebagai pelaksana rencana diatas (actual curriculum).
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program
pengajaran suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang
sangat sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa
jam pelajaran. Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen utama yaitu tujuan,
isi atau materi, proses atau sistem penyampaian, media, serta evaluasi.
Semua
komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Suatu komponen
mendapat prioritas lebih dulu atau mendapatkan lebih banyak dilihat dari
peranannya dan tingkat kelemahannya.
Desain
kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum.
Penyususnan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu Dimensi
horizontal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan
dari lingkup isi kurikulum. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens
bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang
lemah kemudian menuju kepada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar
diteruskan dengan yang lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Rusly. 1989. Perencanaan dan Desain kurikulum dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta:
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Ali, Muhammad. 1992. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Bumi aksara.
Sudjana, Nana. 2005. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di
Sekolah. Bandung: Sinar baru Algesindo.
Syaodih, Nana. 1988. Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum.
Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.Sumber: http://vidianaevien.blogspot.com/2013/04/anatomi-dan-desain-kurikulum.html
Posting Komentar