Sungguh malang nasib Joko Widodo. Pria yang akrab disapa Jokowi itu terus menjadi sasaran tembak. Dan tadi malam, usai berpidato dalam Deklarasi Pemilu Berintegritas dan Damai yang diselenggarakan KPU, ia kembali jadi bulan-bulanan.
Sikap, gestur tubuh dan pidatonya dianggap tak mencerminkan sebagai orang yang kelak akan memimpin negeri berpenduduk sekitar 250 juta jiwa. Kaku, tegang dan isi pidatonya datar tak menggigit. Ia dinilai kalah kelas dari Prabowo Subianto.
Tadi malam, Jokowi berubah drastis. Bukan sosok yang dikenal oleh publik dengan ceplas ceplos dan penampilan apa adanya. Jokowi telah dipoles mengikuti arahan timsesnya sehingga ia tak lagi menjadi dirinya sendiri.
"Kembalikan Jokowi kami yang dulu," kata pengamat komunikasi politik Effendi Ghazali di TV One.
Eep Saefullah Fatah pun sampai harus bercuap-cuap di twitter. Sama dengan Effendi Ghazali, ia kehilangan Jokowi yang sebenarnya.
Jokowi memang telah menjadi sosok lain. Jauh sebelum pilpres, ia telah diarahkan oleh "sutradara" untuk memikat publik dengan kepolosan dan kesederhanaannya. Dan publik pun tersihir.
Tapi kini, saat pilpres kian dekat dan hanya ada dua pasang calon, "sutradara" Jokowi dihadapkan pada pilihan sulit, bahkan teramat sulit.
Jokowi harus memikat umat Islam dan caranya dengan mengucapkan sholawat sebelum berpidato. Dua kali sudah Jokowi bersholawat dan jelas terdengar kaku.
Jokowi juga harus pandai berpidato karena ada ajang debat. Ia pun didesain sedemikian rupa agar bisa berpidato. Tapi seperti yang kita lihat tadi malam, Jokowi kedodoran. Ia memang tak bisa berpidato.
Kita harus merasa iba dengan Jokowi. Ia kini tak lagi menjadi dirinya sendiri. Hidupnya telah dikendalikan oleh "invisible hand".
Jokowi saudara kita juga, mari kita selamatkan. Dan cara menyelamatkan Jokowi adalah dengan tidak memilihnya sebagai presiden. Dengan cara itu, kita bukan hanya menyelamatkan Jokowi, tapi juga negeri ini.
Erwyn Kurniawan
Twitter: @Erwyn2002
Posting Komentar